The Single Currency : GOLD DINAR is the best solution for Muslim Country and African

Sabtu, 15 Oktober 2011

Kritik terhadap Produk Commodity Murabahah Product (CMP) Bag 1

Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin yang bersumber dari Al-quran dan An-sunnah memiliki tiga landasan utama agar semuanya berjalan sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah swt. Tiga landasan itu adalah ‘aqidah yang mana mencerminkan keimanan seseorang, kedua syariah. Untuk syariah ini memiliki dua sapek yaitu ibadah (hukum yang berhubungan dengan tatacara pengabdian hamba kepada tuhan), kedua muamalah (hukum yang mengatur tatacara berhubungan yang bersifat social masyarakat), ketiga adalah akhlaq yang mewujudkan kode moral dan etika seorang muslim [1].

Menurut para ulama fikih dalam masalah syariah ‘ibadah kemudian muncul kaidah yang berbunyi:

الأَصْلُ فِى الْعِبَادَةِ التَّوْقِيْفُ وَالإِتِّبَاعُ

“prinsip dasar dalam bidang ibadah adalah menunggu (dalil) dan mengikutinya”

Artinya ibadah baru boleh dilakukan bila ada dalil yang memerintahkannya, dalam ibadah yang telah rinci penjelasannya tidak boleh adanya ijtihad. Sedang dalam syariat muamalah muncul kaidah:

الأَصْلُ ِفي المُعَمَلَاتِ الإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا

“ prinsip dasar dalam bidang muamalah adalah boleh kecuali ada dalil yang mengharamkannya”

Artinya segala muamalah yang direkayasa oleh manusia itu dibolehkan selama tidak ada dalil yang melarangnya dan tidak bertentangan dengan tujuan syariah yang terkadung dalam al-qur’an dan as sunnah[2].

Dalam kehidupan baik muamalah ma’allah maupun muamalah ma’a an-nas, ketiga aspek ini bersifat menyatu dan saling berkaitan, tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya[3]. Untuk kehidupan sosial ekonomi, termasuk sistem keuangan dan instrumennya masuk dalam pengaturan syariah muamalah. Asy’arie menyatakan bahwa segala tindakan manusia didunia ini tidak terlepas dari pengabdiannya pada Allah. Maka dari itu semua aktivitas senantiasa harus mencapai tujuan yang dikehendaki syara’ (maqasid syariah). Jika semua aktivitas itu sesuai dengan tujuan maqasid syari’ah, dapat dipastikan bahwa muamalah tersebut dapat diterima oleh al-qur’an dan as-sunnah. Dan sebaliknya jika bertentangan dengan maqasid syariah maka muamalah tidak bisa diterima. Oleh sebab itu, dinakmika vertical dan horizontal[4] dalam bidang muamalah (ekonomi) merupakan “aqidah ekonomi islam”[5].

Segala tindakan (tasarruf) dalam Islam harus berporos pada maqasid syariah (tujuan-tujuan syariat) Islam yang tinggi dan bertujuan untuk mencapai kemaslahatan manusia serta menolak kemudharatan atas mereka. Semua transaksi-transaksi tersebut harus merealisasikan atau mencerminkan fungsi ta’abbudi-nya kepada Allah sebagai kalifah dimuka bumi. Selain itu juga transaksi tersebut harus merealisasikan fungsi ekonominya dalam mewujudkan pertumbuhan, kesejahteraan, dan saling menukar kemanfaatann dalam menjalankan fungsi sosialnya[6]. Semua aturan dari tiga aspek tersebut harus berjalan tidak bisa menghukumi suatu perbuatan dengan salah satu aturan saja.

Dalam kehidupan modern sekarang ini berbagai jenis transaksi keuangan islam berkembang dan terspesialisasi dengan konsep yang komplek sekali. Industri keuangan yang paling berkembang adalah industri perbankan Islam kemudian disusul oleh pasar modal Islam dan bursa efek Islam. Dalam bursa komoditi berjangka pun tidak mau ketinggalan hal ini terbukti dengan adanya commodity trading. Produk future trading ini direkayasa untuk lebih memperluas instrument pasar uang antar bank syariah yang lazim diterapkan pada Bank Syariah diluar negeri[7], salah satunya adalah commodity murabahah product (CMP).

Konsep commodity murabahah product (CMP) ini di Indonesia tergolong baru dikenal setahun terakhir ini, berbeda dengan luar negeri. Contohnya Malaysia dan Timur Tengah sudah memakai produk ini dalam pasar keuangan Islamnya. Di Indonesia konsep CMP ini baru di usung tahun lalu, dan masih dalam pembahasan DSN MUI.

Dalam situs icmi mengutip dari situs berita menafn.com Senin, (18/6/07) menyebutkan tren pembiayaan komoditas Murabahah terus meningkat di Malaysia. Sejalan dengan berkembangnya tren pembiayaan perdagangan komoditas berbasis akad murabahah di dunia yang telah berkembang sejak tiga dekade terakhir. Hingga pertengahan Juni tahun 2007, nilai pasar komoditas murabahah diestimasi mencapai 1,2 triliun dolar AS lebih. Besarnya nilai pasar komoditas Murabahah, dipicu semakin banyaknya pelaku bisnis perdagangan internasional yang melakukan transaksi komoditas berbasis akad murabahah. sehingga membuat para praktisi perbankan Indonesia tergiur untuk ikut andil didalamnya[8].

Secara umum, konsep produk yang ditawarkan di indonesia adalah deposito fixed return yaitu menjaring dana masyarakat oleh bank syariah untuk ditempatkan pada sejumlah komoditas dengan menggunakan akad murabahah. Sehingga memungkinkan bank syariah mendapatkan return tetap dari pembiayaan komoditas. Selanjutnya, bank syariah dapat memberikan return tetap bagi nasabah commodity murabahah product (CMP).

Dalam praktiknya konsep ini banyak mendapat kritikan dari para akademisi. Karena di anggap tidak sesuai dengan tujuan ekonomi Islam sebenarnya. Masalah yang disoroti adalah akad yang dipakai dalam transaksi ini menggunakan akad tawarruq atau bai’ inah, yang mana keduanya kontroversi dan masih dalam perdebatan dikalangan ulama.

Namun tidak hanya dari akad apa yang digunakan, perlu dipertanyakan juga adalah yang menjadi objek transaksi ini karena produk ini berkaitan dengan futures, kedua apakah produk ini sesuai dengan tujuan syariat (maqasid syariah) dalam berekonomi? Karena dalam ekonomi Islam segala transaksi bisnis harus berbasis pada sektor riil dan harus menunjukan terciptanya barang dan jasa yang merefleksikan penciptaan kekayaan bukannya transfer kekayaan[9]. Karena penciptaan kekayaan memiliki peranan yang sangat mendasar bagi kelangsungan hidup manusia[10]. Hal sesuai dengan tujuan ekonomi islam yaitu falah baik didunia dan di akherat. Aktifitas transfer kekayaan (non produktif) hanya akan memperkecil perputaran barang dan jasa. Kegiatan ini sudah pasti tidak sejalan dengan tujuan maqasid syariah[11].

Begitu juga apa motif sebenarnya yang melatar belakangi munculnya transaksi ini? Contohnya dalam situs pkh-online.net (17/12/07) menyebutkan bahwa April 2007 lalu, Bank Negara Malaysia (BNM), meluncurkan program komoditas murabahah atau Commodity Murabahah Program (CMP) dengan melibatkan peran Securities Commission of Malaysia, Bursa Malaysia, dan pelaku industri. CMP Malaysia tersebut diperlakukan sebagai skim manajemen likuiditas overnight bagi bank syariah dan juga sebagai deposito jangka pendek. Dari pernyataan ini bisa dilihat apa sebenarnya motif dasar adanya transaksi ini yaitu mendapatkan uang dengan cepat.

Kekomplekan dan terspesialisasinya system keuangan saat ini khususnya dalam bidang bursa komoditi berjangka perlu adanya tuntutan hukum fiqh yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar bagaimana hukum bertransaksi dalam bursa komoditi berjangka sebagai salah satu agenda islamisasi ilmu ekonomi. Namun untuk memecahkan masalah dan mengambil kesimpulan hukum tentang bursa komoditi berjangka ini tidak cukup hanya berdasarkan satu landasan saja yaitu landasan syariat tetapi juga harus mempertimbangkan landasan lain yaitu aqidah dan nilai akhlaq atau moral.

Mungkin saja secara legalitas hukum akad-akad yang digunakan dalam rekayasa produk tersebut sah jika dilihat satu persatu. Namun bagaimana jika dilihat secara makro mungkin saja tidak sesuai dengan maqasid syariah. karena ketika niat atau motif seseorang dalam melakukan transaksi itu telah menjadi sebuah trend dan dapat dibuat grafiknya, maka niat atau motif yang semula tidak dapat diketahui keluar dengan sendirinya dan menjadi jelas. Hal ini juga dapat menjelaskan ‘illat kenapa ketika zaman Nabi Muhammad SAW melarang berbagai jenis jual beli seperti jual beli buah yang masih berbentuk bunga. Karena motif dibelakang itu adalah untuk melakukan spekulasi. Spekulasi inilah yang membuat dilarangnya jual beli seperti itu. Begitu juga efek apa yang akan terjadi ketika transaksi tersebut ada perlu menjadi pertimbangan dalam memutuskan suatu hukum yang berkaitan dengan sebuah produk.

Produk ini tetap berjalan meskipun mendapat kritikan dari para ulama dan bahkan pada majma’ fiqh akademc di Jeddah ke 17 konsep tawarruq telah dilarang penggunaannya. Namun beberapa bulan lalu tepatnya bulan April 2008 HSBC Amanah Syariah bekerjasama dengan danamon syariah memperkenalkan produk commodity murabhah product (CMP) ini. Produk ini menurut Abushama telah mendapat persetujuan dari BI dan DSN[12]. Berbicara CMP saat tidak bisa terlepas dari perbincangan futures dan segala transaksi yang terkait. Futures sendiri secara aklamasi oleh fiqh akademi islam telah dilarang.

Persoalan futures trading (bursa komoditi berjangka) khususnya commodity murabahah product (CMP) sebagaimana yang telah diuraikan diatas, adalah persoalan yang baru muncul di abad modern, yang secara pasti tidak ditemukan dalil yang rinci yang berbicara tentang ini. Oleh karena itu berangkat dari uraian diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian yang lebih mendalam tentang konsep CMP ini dari sudut pandang yang berbeda. Untuk itu dalam penelitian ini penulis mengambil judul : “kritik terhadap commodity murabahah product (CMP)”

[1] Tarek El-Diwany, the problem with interest; system bunga dan permasalahannya, Akbar media eka sarana, Jakata, 2005 hal 161-162

[2] Nasrun Haroen Perdagangan saham di bursa efek; tinjauan hukum islam. Kalimah, Jakarta, 2000 hal 8-9

[3] Ibid, hal 7

[4] Yang dimaksud dengan “dinamika vertical ekonomi islam” adalah transendensi pemilikan kekayaan yang diperoleh melalui bekerja sebagai realisasi kewajiban agama, sehingga setiap pekerjaan dan usaha membangun kegiatan ekonomi selalu tidak terlepas dari dimensi moralitas dan mencari ridha Allah. Sedang dinamika horizontal ekonomi islam’ adalah makna social dari bekerja dan kemajuan kegiatan usaha, baik dalam pengertian perluasan usaha ataupun kaitannya dengan kewajiban social kepada sesama.

[5] Musa asy’arie, Islam etos kerja pemberdayaan ekonomi ummat, yogyakarta: lembaga studi filsafat islam,1987, hal 68, dikutip oleh Nasrun Haroen, Op.Cit, hal 10

[6] Husein syahatah dan athiyyah Fayyad, Bursa efek; Tuntunan islam dalam transaksi di pasar modal. Terj A. syakur. Pustaka progesssif. Jakarta 2004 hal 68

[7] Soewardi Yusuf, comodity trading sebagai alternatif instrument Solusi likuiditas pada perbankan syariah, Karim review, special edition January 2008 hal 6

[8] ”Konsep CMP menggunakan akad bai inah yang masih kontroversi” http://pkh-online.net/index.php?action=fatwa.detail&id=20&PHPSESSID=d10dde39572b0ff3b980c489992cff32. Diposting 17/12/07 11:42

[9] Yang dimaksud dengan “penciptaan kekayaan” disini adalah transaksi bisnis yang menghasilkan produk barang dan jasa yang memungkinkan seseorang itu hidup, dengan mendapat nilai tambah yang sesuai dengan syara’. Sedang “transfer kekayaan” adalah transaksi yang hanya memindahkan kekayaan yang tidak merefleksikan terjadi penciptaan barang dan jasa (contohnya spekulasi, judi, korupsi, bunga) dan memungkinkan seseoarng terdzolimi.

[10] Tarek El-Diwany, Op.cit. hal 122

[11] http://abiaqsa.blogspot.com/2007_08_01_archive.html

[12] “HSBC Amanah Syariah Luncurkan Komoditi Murabahah” http://economy.okezone .com/index.php/ReadStory/2008/04/03/21/97305/hsbc-amanah-syariah-luncurkan-komoditi murabahah Kamis, 3 April 2008 – 16:14 wib

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.